Sebagai bagian dari komitmen untuk memperkuat implementasi kelapa sawit berkelanjutan, Kabupaten Seruyan kini memasuki Tahap 2 dari Pendekatan Yurisdiksi untuk Sertifikasi RSPO. Pendekatan ini mengacu pada standar RSPO versi 2021. Dalam pendekatan ini, pemerintah daerah memimpin proses multipihak guna memastikan seluruh aktor di dalam yurisdiksi dapat mematuhi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan kelapa sawit.
Bertempat di Aula Kantor Bappedalitbang Kabupaten Seruyan, Pejabat (Pj) Bupati Seruyan, Drs. H. Djainuddin Noor, M.A.P., secara resmi membuka kegiatan Penilaian Tahap 2 Pendekatan Yurisdiksi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). Dalam sambutannya, Pj Bupati Seruyan menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam produksi kelapa sawit melalui pendekatan yurisdiksi yang telah diinisiasi sejak tahun 2015.
“Ini merupakan suatu kebanggaan bahwa Kabupaten Seruyan menjadi salah satu pilot percontohan Sertifikasi berbasis Yurisdiksi di tingkat Kabupaten,” ujar Pj Bupati. Beliau juga menjelaskan bahwa sertifikasi yurisdiksi bertujuan untuk memastikan seluruh pelaku dalam rantai pasok minyak kelapa sawit, mulai dari perusahaan perkebunan, petani swadaya, hingga pabrik dan pengepul, mematuhi prinsip dan kriteria keberlanjutan yang telah ditetapkan. Sertifikasi ini merupakan langkah nyata dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJMN.
Seruyan telah memenuhi sebagian besar indikator untuk melanjutkan ke Tahap 2. Untuk pendataan, tahap ini telah mencapai 100% mendata luas areal tanam kelapa sawit, data land bank, perusahaan perkebunan kelapa sawit, pabrik kelapa sawit, pabrik kernel. Sementara untuk petani swadaya, 12.228 ha lahan petani telah dipetakan atau 40,90% dari 30.022,88 ha lahan petani swadaya yang tercatat.
Masih ada beberapa langkah yang harus diselesaikan, antara lain; pembagian tugas antar pihak terkait; menindaklanjuti hasil analisis kesenjangan hukum (legal gap analysis); penetapan area konservasi atau no-go zone. Selain itu, RSPO akan melaksanakan field testing terkait Prosedur Remediasi dan Kompensasi (RaCP) serta menyusun pedoman Free, Prior and Informed Consent (FPIC) di tingkat lanskap. Penyusunan timeline yang detail untuk menyelesaikan indikator yang belum terpenuhi juga akan menjadi fokus, dengan target penyelesaian pada tahun 2025.
Pj Bupati Seruyan juga menekankan bahwa di bawah koordinasi Pemerintah Kabupaten Seruyan, kelompok kerja sertifikasi yurisdiksi telah diarahkan sebagai forum multipihak yang mendiskusikan strategi serta menyediakan pedoman bagi pelaku usaha kelapa sawit di Kabupaten Seruyan. “Regulasi yang telah disusun oleh pokja dan disahkan oleh kepala daerah harus dipatuhi oleh seluruh pelaku usaha dan masyarakat,” jelasnya.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Pokja yang terdiri dari perwakilan organisasi masyarakat sipil (HCVN, CNV, FPP/YMKL), petani, perusahaan sawit, Pemda. Selain perwakilan RSPO, dua lembaga sertifikasi yakni ASC (Aquaculture Stewardship Council) dan FSC (Forest Stewardship Council) ikut hadir menjadi observer dalam acara ini. Kehadiran berbagai pihak ini menunjukkan tingginya komitmen Seruyan sekaligus ketertarikan berbagai pihak dalam mewujudkan kelapa sawit yang berkelanjutan melalui pendekatan sertifikasi yurisdiksi.
“Seruyan diharapkan dapat menjadi model bagi kabupaten lain dalam menerapkan sertifikasi berbasis yurisdiksi untuk komoditas kelapa sawit. Dengan berhasilnya Seruyan menyelesaikan Tahap 2, pemerintah daerah berencana mengadopsi proses serupa untuk sertifikasi komoditas lainnya di masa mendatang, memperluas dampak positifnya terhadap sektor budidaya pertanian berkelanjutan,” ujar Bernadinus Steni, Direktur Eksekutif Kaleka.
Dengan komitmen berkelanjutan dari semua pihak yang terlibat, Seruyan diharapkan dapat mencapai sertifikasi yurisdiksi penuh dalam beberapa tahun ke depan, menjadikan daerah ini sebagai pelopor dalam pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia.